![]() |
Opini Publik ISI4110 |
Ambillah salah satu artikel di media massa yang merupakan berita tentang penyataan kontroversial yang dikemukakan oleh seseorang. Analisislah bagimana pengaruh personal pada publik dan bagaimana dampaknya?
JAWABAN
SURABAYA ,Penyebaran berita bohong, fitnah atau biasa disebut hoaks di tahun politik seperti saat ini, semakin menunjukkan pengaruh dan efek yang negatif bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Terlebih, berita bohong atau fitnah yang menyebar, telah dimanfaatkan untuk kepentingan politik maupun ekonomi tertentu dari pihak yang menghendaki kerusakan dalam hidup bermasyarakat.
Beredarnya berita bohong, palsu, fitnah atau hoaks, yang menjadi konsumsi
sehari-hari masyarakat, telah dianggap sebagai informasi atau berita yang benar
akibat masifnya berita hoaks itu. Sementara, masyarakat juga tidak memiliki
pengetahuan dan sumber yang cukup, untuk membedakan informasi atau berita yang
diperolehnya benar atau salah.
Menurut Khanis Suvianita, aktivis dan mahasiswi program S3 untuk studi antar
agama, maraknya peredaran berita hoaks tidak dapat dilepaskan dari orang atau
pihak yang bertindak sebagai pembuat atau penyebar berita hoaks itu. Dilihat
dari sisi psikologis, pembuat dan penyebar berita hoaks adalah pribadi yang
ingin dikenal dan diakui keberadaannya oleh orang lain, melalui sesuatu yang ia
hasilkan atau bagikan.
“Orang itu kan secara natural ingin di-recognize, ingin diketahui, ingin dilihat. Demokrasi yang berkawin dengan sosial media itu memberi ruang, karena saya bisa mengcreated berita, saya bisa meng-created narasi, cerita, lalu saya bisa membagikannya, atau saya mendapat dari mana dan saya membagikannya. Lalu kemudian orang ingin di-confirm bahwa dia betul, bahwa dia benar, kadang-kadang kisah yang saya buat itu untuk mengatakan bahwa saya benar,” kata Khanis Suvianita, Aktivis dan Mahasiswi Program S3 Studi Antar Agama.
Adven Sarbani Koordinator Mafindo
Surabaya menyampaikan materi mengenai hoax, di kampus Universitas Surabaya,
Jumat, 31 Agustus 2018. (Foto:VOA/Petrus)
Penyebaran berita atau informasi hoaks, menurut Koordinator Mayarakat Anti
Fitnah Indonesia (Mafindo) Surabaya, Adven Sarbani, menjadi isu yang berbahaya
dalam hidup berbangsa dan bermasyarakat. Isu Suku, Agama, Ras, dan Antar
golongan (SARA) hingga ujaran kebencian menjadi materi berbahaya dalam
penyebaran berita hoaks, terutama memasuki tahun politik menjelang pemilu 2019.
Adven menegaskan pentingnya peran serta pemerintah maupun masyarakat untuk
mengatasi dan mengantisipasi bahaya hoaks, dengan melakukan klarifikasi berita
yang benar kepada masyarakat.
“Pemerintah harus pro aktif, semua pemangku kepentingan, media, semuanya
harus merasa bertanggung jawab untuk mengendalikan, untuk mengantisipasi, untuk
juga mengklarifikasi. Bahwa suatu isu itu segera, jangan sampai menyebar terlalu
lama, jangan sampai hitungan hari, hitungan jam segera harus ada klarifikasi,
kebenarannya seperti apa, dan mendudukkan pada tempat yang semestinya,” kata
Adven Sarbani, Koordinator Mafindo Surabaya.
Presidium Mafindo, Rovien Aryunia menambahkan, peran serta masyarakat sangat
dibutuhkan untuk membantu melawan dan meredam penyebaran hoaks yang masif.
Gerakan melawan penyebaran hoaks telah dilakukan oleh Mafindo, antara lain
lewat edukasi dan penyampaian berita yang benar kepada masyarakat, baik melalui
sosialisasi langsung kepada maupun melalui media sosial.
“Kita selalu menggunakan media sosial dengan sebaik-baiknya, terutama dalam
hal ini supaya kita berhati-hati dalam melakukan posting, apa yang kita
posting, selalu mencek ricek sebelum kita berbagi informasi, termasuk juga kita
juga mengedukasi WA-WA grup yang kita ikuti. Kita selalu melakukan debunk atau
kita memaparkan bahwasannya ini loh berita yang sebenarnya,” jelas Rovien
Aryunia, Presidium Mafindo.
Presidium Mafindo, Anita Wahid mengatakan, pertarungan politik nasional maupun daerah yang berlangsung beberapa tahun terakhir, telah membuktikan bahwa hoaks telah menjadi senjata yang efektif dalam mencapai kepentingan politik tertentu. hoaks juga menjadi alat untuk mempengaruhi masyarakat Indonesia yang tingkat literasinya masih rendah.
Pemakaian hoaks dengan muatan isu SARA, harus menjadi kewaspadaan masyarakat
agar jangan mau lagi dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Kemampuan
memproduksi hoaks yang jauh lebih banyak dan cepat dibanding upaya pencegahan
dan pemberantasannya, harus diantisipasi dengan pembekalan literasi digital dan
non-digital, sehingga masyarakat mampu membedakan hoaks serta tidak mudah
dipancing provokasi yang dapat mengobarkan konflik.
“Mungkin banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa fitnah itu adalah alat,
senjata konflik yang paling besar saat ini di era informasi. Itu sebabnya kalau
kita melihat di semua kontestasi politik yang kita punya beberapa tahun
terakhir, semuanya mempergunakan fitnah, mempergunakan hoaks, mempergunakan
berita palsu. Itu sebabnya, sekarang sangat penting buat elemen masyarakat
untuk membekali dirinya dengan literasi digital, literasi apa pun termasuk juga
yang non-digital karena sekarang juga banyak fitnah yang disebarkan melalui
selebaran, atau yang lain-lainnya,” jelas Anita Wahid. [pr/em]
a. Pertama adalah pembuang – buang waktu, seperti dikutip dari cmsconnect.com, menyatakan bahwa dengan melihat hoax di sosial media bisa mengakibatkan kerugian bagi individu itu sendiri maupun kelompok di kantor tempat ia bekerja. Hal ini dikarenakan hoax tersebut yang mengakibatkan efek mengejutkan sehingga sangat berpengaruh terhadap produktivitas kelompok di kantor tersebut. Dengan penurunan prodoktivitas tersebut, maka apa yang dihasilkan semakin berkurang sedikit demi sedikit atau bahkan dengan jumlah besar.
Kedua adalah sebagai pengalihan isu. Di media sosial ataupun internet
khususnya para penjahat internet atau biasa dipanggil cyber crime,hoax
biasa dimanfaatkan sebagai pelancar aksi kejahatan mereka di internet atau di
sosial media. Sebagai contohnya, para penjahat cyberakan mengirimkan
sebuah hoax yang berisikan bahwa telah terjadi kerentanan sistem dalam
pelayanan internet seperti gmail dan ymail. Lalu, para penjahat
tersebut akan mengirimkan sebuah tautan berupa link kepada para user
atau pengguna yang berisikan saran meng-klik tautan tersebut agar akun pengguna
akan terhindar dari kerentanan sistem gmailataupun ymail.
Padahal, pada kenyataanya tautan tersebut merupakan virus yang bisa membajak gmailmaupun
ymail para pengguna yang biasa kita sebut hacking.
Selanjutnya, adalah sebagai penipuan publik. Jenis penipuan ini biasanya
bertujuan untuk menarik simpati masyarakat yang percaya dengan hoax tersebut,
lalu ketika dianjurkan untuk menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja
yang mau menyumbangkan uang tersebut tanpa mau berpikir lebih dalam ataupun detail
apakah berita tersebut terbukti benar ataupun salah. Banyak orang yang akhirnya
tertipu dengan hoax tersebut dan pada akhirnya terlanjur mengirimkan sejumlah
uang yang sangat besar. Salah satu contoh kasusnya seperti dikutip dari indolinear.com beberapa
waktu yang lalu yaitu sebuah pesan yang beredar lewat aplikasi chat yaitu Whatsappberisi
pesan pembukaan pendaftaran CPNS nasional. Setelah berita hoax tersebut viral
terserbar, akhirnya pemerintah langsung memberikan klarifikasi bahwa pemerintah
tidak membuka pendaftaran CPNS pada waktu itu.
Berikutnya yang terakhir adalah sebagai pemicu kepanikan publik. Biasanya hoax yang satu ini memuat berita yang merangsang kepanikan khalayak publik, dan beritanya berisikan tentang tindak kekerasan atau suatu musibah tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang kecelakaan hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta – Palu beberapa waktu lalu. Hoax ini begitu cepat menyebar sampai media massa maupun media online harus mengklarifikasi berita tersebut agar masyarakat tidak panic ataupun percaya dengan hoax tersebut.
b. “Pemerintah harus pro
aktif, semua pemangku kepentingan, media, semuanya harus merasa bertanggung
jawab untuk mengendalikan, untuk mengantisipasi, untuk juga mengklarifikasi.
Bahwa suatu isu itu segera, jangan sampai menyebar terlalu lama, jangan sampai
hitungan hari, hitungan jam segera harus ada klarifikasi, kebenarannya seperti
apa, dan mendudukkan pada tempat yang semestinya,”
Pemakaian hoaks dengan muatan isu SARA, harus menjadi kewaspadaan masyarakat
agar jangan mau lagi dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Kemampuan
memproduksi hoaks yang jauh lebih banyak dan cepat dibanding upaya pencegahan
dan pemberantasannya, harus diantisipasi dengan pembekalan literasi digital dan
non-digital, sehingga masyarakat mampu membedakan hoaks serta tidak mudah
dipancing provokasi yang dapat mengobarkan konflik.
“Mungkin banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa fitnah itu adalah alat,
senjata konflik yang paling besar saat ini di era informasi. Itu sebabnya kalau
kita melihat di semua kontestasi politik yang kita punya beberapa tahun
terakhir, semuanya mempergunakan fitnah, mempergunakan hoaks, mempergunakan
berita palsu. Itu sebabnya, sekarang sangat penting buat elemen masyarakat
untuk membekali dirinya dengan literasi digital, literasi apa pun termasuk juga
yang non-digital karena sekarang juga banyak fitnah yang disebarkan melalui
selebaran, atau yang lain-lainnya.
Kunjungi juga artikel terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar