PENALARAN LOGIS
IDE
Ide/Gagasan seringkali dipersepsikan sama dengan
"konsep". Padahal, secara etimologis keduanya berbeda artinya.
Ide dan konsep dalam logika adalah sama artinya, ide adalah model pikiran" (Ensiklopedia Filsafat Stanford). Ide dipahami sebagai cara yang dianggap (atau contoh dari pikiran atau manifestasi pikiran). Jika dijelaskan bahwa esensi atau sifat pikiran adalah berpikir, maka ide adalah cara berpikir yang mewakili obyek untuk pikiran. Secara praksis, Descartes membagi ide menjadi tiga: ide bawaan (innate idea), ide adventif (adventitious idea), dan ide tiruan (factitious idea). Pembagian itu menjelaskan adanya Tuhan, manusia dan alam semesta. Ide bawaan (tak terbatas) adalah gagasan Tuhan, ide adventif (terbatas pada pikiran) adalah gagasan manusia, dan ide tiruan adalah gagasan (terbatas pada tubuh) adalah alam semesta. Ide adventif tergantung pada ide bawaan. Ide adventif adalah apa yang direnungkan oleh pikiran. Ide tiruan adalah ide independen, hal-hal yang ada eksternal dari pikiran. Oleh karena itu, ide sebagai obyek perwakilan dari pikiran. Tentunya, sebagai model atau bentuk pikiran, ide memunculkan konsep.
Contoh
Lihat
paper yang berjudul Konflik Agama, Islam
dan Multikulturalisme
(https://multikulturalui.files.wordpress.com/2013/05/prosiding-simg-ui-2012-jilid-2-04.pdf)
Ide
bawaan : Keadilan
Ide
tiruan : Kebebasan manusia
Ide
adventif : Integrasi sosial di negara
Indonesia
KONSEP
DAN TERM
Definisi
"KONSEP" atau PENGERTIAN adalah "hasil tangkapan akal
manusia mengenai sesuatu obyek, baik material maupun non-material" (Bakry:
2012: 2.3). Lebih sederhana, konsep adalah "hasil kegiatan akal budi
(pikiran) manusia" (Hayon, 2001: 29). Hasil pikiran manusia berupa
"gambaran" atau "lukisan" yang bersifat abstrak dan umum,
tidak menunjuk kepada obyek dalam waktu, tempat dan ciri-ciri tertentu. Misal,
konsep kucing yang hakikatnya bersifat abstrak dan umum, bukan hanya kucing di
toko, di rumah, atau di restoran. Karena itu, konsep atau pengertian secara
terminologis adalah "gambaran abstrak dan umum yang dibentuk dan dimiliki
oleh pikiran tentang hakikat obyek" (Hayon, 30). Maka, dapat dipahami
perbedaan antara ide dan konsep. Jika konsep merupakan hasil pikiran, maka ide
adalah bentuk pikiran.
Contoh
Konsep:
“Kebebasan
dapat ditemukan dengan mewujudkan keadilan.”
(Lihat
paper di
https://multikulturalui.files.wordpress.com/2013/05/prosiding-simg-ui-2012-jilid-2-04.pdf)
Untuk
mengungkapkan konsep itu secara lahiriah disebut "TERM". Term
terdiri dari "kata". Jika terdiri dari satu kata disebut term
sederhana, dan jika terdiri dari lebih dari satu kata disebut term kompleks.
Contohnya, baju (term sederhana) dan kampus terpadu (term kompleks).
Contoh:
Term sederhana :
Kebebasan
Term kompleks :
Integrasi sosial
MACAM-MACAM TERM
Term
dapat dipahami dari pengertian sebuah kata, yang terdiri dari: KONOTASI dan
DENOTASI. Konotasi menjelaskan tentang "isi pengertian" dari kata.
Misalnya, kutu buku adalah orang yang tekun membaca buku. Sedang, denotasi
menjelaskan "luas pengertian" dari kata. Misalnya, kutu buku adalah
binatang kutu yang berasal dan hidup berkembang di dalam buku. Denotasi
berkaitan dengan himpunan, sebab menunjukkan adanya satu kesatuan. Kutu buku
adalah satu kesatuan kata yang memiliki pengertian. Hubungan konotasi dan
denotasi berbentuk berbalikan, jika yang satu bertambah, maka yang lain akan
berkurang. Sebab itu, ada empat kemungkinan hubungan antara keduanya. Selain
itu, berkaitan dengan cara berada dan cara menerangkannya, term dibedakan
menjadi empat macam kemungkinan. Yaitu, (1) term berdasarkan konotasi, (2) term
berdasarkan denotasi, (3) term berdasarkan predikamen dan (4) term berdasarkan
predikabel.
Contoh:
(1) term konotasi :
Musuh dalam selimut
(2) term denotasi :
Orang dekat yang berkhianat diam-diam
(3) term predikamen: Adanya Tuhan; adanya manusia
(4) term predikabel :
Konflik agama
PRINSIP PENALARAN
Pada
inisiasi 1 telah disebut istilah PENALARAN. Setelah memahami ide, konsep dan
term sebagai dasar-dasar penalaran logis, logika dapat dipahami secara
definitif adalah "sistem penalaran tentang penyimpulan yang sah".
Sebagai sistem penalaran, logika tentunya memiliki kaidah-kaidah (hukum) yang
harus dipatuhi dan diakui sebagai legitimasi dan komitmen berpikir. Kaidah yang
diakui atau paling dasar disebut "prinsip penalaran". Kepatuhan dan
pengakuan prinsip penalaran didasarkan pada "prinsip dasar", yakni
suatu pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Menurut Aristoteles, ada
tiga prinsip dasar penalaran dan ditambah satu prinsip dasar oleh Leibniz,
sehingga ada empat prinsip dasar penalaran. Yakni, (1) prinsip identitas, (2)
prinsip nonkontradiksi, (3) prinsip eksklusi tertuii dan (4) prinsip cukup
alasan.
Contoh
(1)
prinsip identitas : Allah
adalah Pencipta
(2)
prinsip nonkontradiksi : Konflik
disebabkan oleh tiada dialog di dalam perbedaan
(3)
prinsip eksklusi tertuii : Konflik
agama, karena konflik antarumat beragama
(4)
prinsip cukup alasan : Allah adalah
Tuhan yang menciptakan alam semesta dan
seisinya.
SESAT
PIKIR
Kekeliruan terhadap prinsip dasar penalaran di atas dikatakan SESAT PIKIR, yang
menghasilkan “kesimpulan yang tidak sah.” Menurut Irving M. Copi, sesat pikir
dibedakan menjadi dua: sesat pikir formal dan sesatpikir informal. Sesat pikir
formal terbagi dua: sesatpikir pertalian dan sesat pikir kemaknagandaan. Lalu,
para ahli logika mengembangkannya menjadi tiga macam: sesat pikir FORMAL, sesat
pikir VERBAL, dan sesatpikir MATERIAL. Sesat pikir formal disebabkan oleh
kekeliruan penalaran terhadap bentuknya. Sesat pikir verbal disebabkan oleh
kekeliruan penalaran terhadap kata-katanya (pertalian dengan penggunaan yang
salah atau kemaknagandaan kata). Sesat pikir material disebabkan oleh
kekeliruan penalaran terhadap isinya.
Contoh
Sesat
pikir Formal :
*Kritis adalah reinterpretasi atas pandangan
universalitas atau partikularitas,
*Ternyata
reinterpretasi atas pandangan partikularitas,
*Berarti,
kritis.
Sesat pikir Verbal :
*Hermeneutika
kritis Habermas di Jerman
*Musim
es di Jerman
*Maka,
musim es adalah hermeneutika kritis Habermas
Sesat pikir Material :
Konflik
agama di Indonesia dapat dijelaskan dan dipahami kembali dalam historisitas dan
doktinitas Islam yang dihadirkan di bumi Indonesia. kemudian, menyimpulkan,
semua konflik agama di Indonesia disebabkan politik dan ekonomi.
Demikian itu, dasar-dasar penalaran logis tentang ide, konsep dan term.
Praksisnya tampak pada prinsip dasar dari logika sebagai sistem penalaran
tentang penyimpulan yang sah. Singkatnya, jika keliru prinsip dasar
penalarannya, maka terjadi sesatpikir.
Sumber
bacaan:
1. http://plato.stanford.edu/entries/descartes-ideas/#thoughts
2.
Hayon, Y.P., Logika: Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus dan Teratur.
Cet. II. Jakarta: ISTN, 2001, h. 29-32.
3. Noor Muhsin Bakri dan
Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed. V. Jakarta: Universitas Terbuka, 2012,
hal. 2.3-2.26 dan 2.32-2.40.
4. https://multikulturalui.files.wordpress.com/2013/05/prosiding-simg-ui-2012-jilid-2-04.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar