Minggu, 02 Februari 2025

Desa Sejahtera Mandiri

Desa Sejahtera Mandiri

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberikan legal standing dan landasan strategis untuk pembanguan dan pemberdayaan masyarakat desa, menuju desa yang mandiri dan sejahtera. UU Desa memberikan pengakuan dan penyerahan kekuasaan berskala desa. Dengan pengakuan dan penyerahan kekuasaan tersebut, desa memiliki kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. Dalam rangka menopang pelaksanaan kewenangan tersebut, UU No 6 Tahun 2014 mengamanatkan kepada pemerintah pusat untuk mentransfer dana ke desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam penjelasan UU No 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap.

 

Sejak tahun 2015 pemerintah telah mengelokasikan dana desa. Besarnya dana desa dari tahun ke tahun secara statistik makin meningkat. Penyaluran dana desa kurun waktu 2015 sampai dengan 2020 mengalami peningkatan secara terus menerus. Peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang disalurkan ke desa tersebut dimaksudkan untuk mendukung pembangunan desa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Hal tersebut dalam rangka melaksankan secara konsisten UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Harapannya dengan peningkatan penyaluran dana desa akan mempercepat penurunan angka kemiskinan di pedesaan sehingga dengan demikian juga akan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

 

Undang-undang desa telah memberi jaminan yang lebih pasti bahwa setiap desa menerima dana dari pemerintah melalui anggaran negara dan daerah yang jumlahnya berlipat, jauh diatas jumlah yang selama ini tersedia dalam anggaran desa. Undang-Undang desa juga memberikan dasar menuju pemberdayaan komunitas yaitu bahwa desa tidak lagi menjadi bawahan daerah, tetapi menjadi komunitas yang mandiri. Sehingga setiap warga dan masyarakat desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri dan mengatur wilayah desanya sendiri. Kebijakan-kebijakan yang dulu sering bersifat top-down, diharapkan dapat bergeser ke arah pendekatan bottom-up melalui pelibatan dan partisipasi masyarakat desa dalam perencanan, pengelolaan dan pengawasan pembangunan.

 

Namun demikian, alokasi dana desa yag terus meningkat selama 6 tahun terakhir belum dapat menurunkan kemiskinan secara signifikan di pedesaan. Menteri Keuangan Sri Mulyani, beberapa waktu lalu mengungkapkan hal tersebut dalam dialog interaktif Diseminasi Dana Desa di Kabupaten Magelang (Kemenkeu, 2017). Ungkapan tersebut bukan tanpa alasan. Jika kita melihat data statistik jumlah penduduk miskin di desa memang mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Namun tren penurunan kemiskinan juga terjadi sebelum pemerintah mengalokasikan dana desa di dalam APBN. Semua pihak perlu risau, dengan kondisi yang telah diungkapkan oleh Menteri Keuangan di atas. Pertanyaan penting yang harus segera mendapatkan jawaban adalah, mengapa dana desa yang sudah dikucurkan selama ini masih belum maksimal memenuhi harapan undang-undang. Kemudian bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat diimplementasikan agar efektif dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat desa. Tulisan ini bertujuan memberikan analisis kritis seperti apakah kondisi kesejahteraan masyarakat di pedesaan. Sekaligus juga mencoba mengidentifikasi dari mana memulai langkah atau strategi, dalam upaya membangun kemandirian menuju kesejahteraan masyarakat desa seperti yang dicita-citakan.

 

Trend Penyaluran Dana Desa

Data statistik meunjukkan bahwa trend penyaluran dana desa selama 6 tahun, dari 2015 sampai dengan 2020, mengalami peningkatan yang sangat pesat. Tahun 2015, pertama kali dialokasikan di dalam APBN, dana desa masih sekitar Rp 20,76 triliun. Tahun 2016 dana desa yang dialokasikan besarnya sekitar Rp. 45,61 triliun. Menjadi lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Trend kenaikan terus terjadi di tahun-tahun berikutnya. Pada 2020 dana desa menjadi hampir tiga setengah kali lipat sejak pertama kali dialokasikan, di tahun 2015. Besarnya menjadi sekitar Rp. 69,11 triliun. Trend kenaikan yang sangat signifikan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah pusat dalam mengimplementasikan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. 

Tujuan disalurkannya dana desa adalah sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis. Dengan adanya dana desa, desa dapat menciptakan pembangunan dan pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.

Dana desa diprioritaskan untuk pembiayaan pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup masyarakat serta penanggulangan kemiskinan. Prioritas dana desa dialokasikan untuk membiayai bidang pemberdayaan masyarakat didasarkan atas kondisi dan potensi desa, sejalan dengan pencapaian target RPJMDes dan RKPDes setiap tahunnya, melalui:

1.      Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi:
  • Pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes;
  • Pengelolaan dan pembinaan Posyandu; dan
  • Pembinaan dan pengelolaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
 
2.      Pembangunan sarana dan prasarana desa, yang diantaranya dapat meliputi:
  • Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan desa;
  • Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jalan usaha tani;
  • Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana embung desa;
  • Pembangunan energi baru dan terbarukan;
  • Pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan;
  • Pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala desa;
  •  Pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier;

 

3.      pengembangan potensi ekonomi lokal guna meningkatkan kapasitas masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi masyarakat desa, melalui pembentukan badan usaha milik desa (BUMDes)

 

Presiden Joko Widodo pada bulan Februari 2019 menyampaikan bahwa dalam kurun waktu 4 tahun (2015 sampai dengan 2018) dana desa yag terserap sekitar Rp 187 triliun. Dengan anggaran tersebut secara kuantitatif telah menghasilkan pembangunan infrastruktur jalan desa sepanjang 191.000 km, jembatan 1,1 juta meter, irigasi 58.000 unit, pasar desa 8.900 dan posyandu 24.000 unit (Setkab, 2018). Hal tersebut merupakan pembangunan infrastuktur desa paling spektakuler sepanjang sejarah Indonesia. Namun demikian, masifnya pembangunan infrastruktur fisik tersebut belum diikuti dengan peningkatan kualitas kesejahteraan ekonomi masyarakat di pedesaan. Angka kemiskinan di pedesaan belum mengalami penurunan secara drastis.

 

Kemiskinan Pedesaan

Ada beberapa parameter untuk mengukur kemiskinan di pedesaan, antara lain jumlah penduduk miskin, koefisien gini di pedesaan, angka kedalaman dan keparahan kemiskinan, serta nilai tukar petani (Setjen DPR, 2021). Untuk memahami parameter-parameter kemiskinan ini, ada baiknya perlu dipahami definisi kemiskinan dan garis kemiskinan terlebih dahulu.

 

1. Penduduk Miskin

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini mengacu pada Handbook on Poverty and Inequality yang diterbitkan oleh Worldbank. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

 

2. Garis Kemiskinan (GK)

Garis Kemiskinan (GK) mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya selama sebulan, baik kebutuhan makanan maupun non-makanan. GK terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).

 

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain).

 

Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan non-makanan berupa perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Rumus Penghitungan :

GK = GKM + GKNM

GK     = Garis Kemiskinan

GKM  = Garis Kemiskinan Makanan

GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan

Sumber : https://bppk.kemenkeu.go.id


a. Secara umum Desa Sejahtera Mandiri dicirikan antara lain oleh

b. Kemampuan desa mengurus dirinya sendiri dengan kekuatan yang dimilikinya;

c. Pemerintah desa memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengelola pembangunan yang didukung oleh kemandirian dalam perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan (desa bisa merencanakan, menganggarkan, dan melaksanakan pembangunan dan pengawas hasil pembangunan untuk kesejahteraan warga desanya);

d. Sistem pemerintahan desa menjunjung tinggi aspirasi dan partisipasi warga desa, termasuk warga miskin, perempuan, kaum muda, kaum difabel, penyandang masalah sosial, dan warga yang termarginalkan lainnya;

e. Sumber daya pembangunan dikelola secara optimal transparan dan akuntabel untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan sosial seluruh warganya.

Adapun sasaran Desa Sejahtera Mandiri adalah membaiknya kinerja pembangunan di pedesaan, meningkatnya koordinasi antar-instansi terkait di semua level pemerintahan dalam pembangunan di pedesaan, meningkatnya keterlibatan aparat desa dan masyarakat dalam pembangunan di pedesaan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga melalui pengembangan usaha produktif di pedesaan, meningkatnya pengelolaan pembangunan desa secara terpadu berkelanjutan dan ramah lingkungan.

2. Membangun kemandirian desa dalam kerangka Desa Membangun harus dimulai dari proses perencanaan desa yang baik, dan diikuti dengan tatakelola program yang baik pula. Pembangunan (pedesaan) yang efektif bukanlah semata-mata karena adanya kesempatan melainkan merupakan hasil dari penentuan pilihan-pilihan prioritas kegiatan, bukan hasil coba-coba, tetapi akibat perencanaan yang baik. Dalam konteks desa membangun,Kewenangan lokal berskala Desa telah diatur melalui Permendes PDTT No. 1 Tahun 2015, yang menyebutkan bahwakriteria kewenangan lokal berskala Desa meliputi:

 a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; 

b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa; 

c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa; 

d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa


Demikian penjelasan desa sejatahtera mandiri semoga bermanfa'at dan seluruh desa di indonesia sejahtera.


#desamaju #keuangandesa #danadesa #desa #kepaladesa #desaindonesia
#desasejahtera #keuangandesa #danadesa #desa #kepaladesa #desamandiri


Tidak ada komentar: